Meskipun menerima honor sebesar Rp200.000 per bulan, ia tetap bersyukur dan menjalani profesinya dengan ikhlas.
Di luar jam mengajar, Empan memanfaatkan waktu luangnya untuk berkebun di sawah peninggalan orang tuanya.
Kegiatan ini dilakukannya saat hari libur sebagai tambahan penghasilan dan bentuk rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan.
Empan juga sering menerima tumpangan dari pengendara yang melintas saat berangkat atau pulang mengajar.
Ia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada mereka yang telah membantunya dalam perjalanan.
Kisah perjuangan Empan menjadi sorotan publik setelah video tentang dirinya beredar di media sosial.
Banyak pihak yang tergerak hatinya dan memberikan bantuan untuk mempermudah perjalanannya ke sekolah.
Namun, bagi Empan, perhatian dan dukungan moral dari masyarakat adalah hal yang paling berharga.
Ia berharap kisahnya dapat menginspirasi orang lain untuk peduli terhadap dunia pendidikan, terutama di daerah yang sering terlupakan.
Empan adalah contoh nyata bahwa semangat dan dedikasi tidak bisa diukur dengan materi.
Ia menunjukkan bahwa dengan ketekunan dan kesederhanaan, seseorang dapat memberikan kontribusi besar bagi masyarakat.
Kisahnya mengingatkan kita akan pentingnya peran guru dalam membentuk masa depan bangsa.
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, masih ada sosok-sosok seperti Empan yang rela berkorban demi mencerdaskan generasi penerus.
Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang layak mendapatkan apresiasi dan dukungan dari semua pihak.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih menghargai dan mendukung para pendidik, terutama mereka yang berada di pelosok negeri.
Karena di tangan merekalah, masa depan bangsa ini dibentuk dan diarahkan menuju kemajuan.***