Garis Kemiskinan Jawa Barat Meningkat, Rokok Menjadi Penyumbang Besar Kedua
Sumber: infobandung_

Waduh! Garis Kemiskinan Jawa Barat Meningkat di September 2024, Rokok Menjadi Penyumbang Besar Kedua

Diposting pada

KoranBandung.co.id – Garis kemiskinan (GK) Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 2,19% pada September 2024.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa GK di provinsi ini mencapai Rp535.509 per kapita per bulan.

Peningkatan ini menyoroti peranan rokok sebagai penyumbang besar kedua setelah beras dalam komponen kebutuhan dasar.

Dalam pendekatan komponen kebutuhan dasar yang digunakan BPS, kemiskinan diukur berdasarkan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

Pendekatan ini menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) untuk menentukan garis kemiskinan di kawasan perkotaan maupun pedesaan.

BPS mencatat bahwa komoditas makanan menyumbang 74,72% dari total garis kemiskinan, sementara sisanya berasal dari komoditas non-makanan seperti perumahan, listrik, dan bensin.

Meski terjadi peningkatan GK, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat justru menurun.

Data menunjukkan bahwa pada September 2024, jumlah penduduk miskin mencapai 3,67 juta orang atau 7,08% dari total populasi.

Angka ini turun sebesar 0,38 persen poin dibandingkan dengan data Maret 2024.

Salah satu komponen penting dalam penghitungan garis kemiskinan adalah konsumsi rokok.

Rokok menduduki peringkat kedua setelah beras dalam kontribusinya terhadap komoditas makanan.

Hal ini menunjukkan adanya pola konsumsi yang signifikan di kalangan masyarakat miskin terhadap produk tembakau.

Konsumsi rokok yang tinggi di kalangan penduduk miskin menjadi perhatian karena mengurangi alokasi anggaran untuk kebutuhan pokok lainnya.

Selain beras dan rokok, komoditas makanan lain yang berkontribusi besar meliputi daging, telur, dan susu.

Di sisi lain, komoditas non-makanan seperti perumahan, listrik, dan bensin juga memberikan kontribusi terhadap garis kemiskinan.

Rasio ketimpangan pengeluaran atau gini ratio di Jawa Barat juga mengalami peningkatan.

Pada September 2024, gini ratio naik ke angka 0,428, yang menandakan peningkatan kesenjangan ekonomi.

Kesenjangan ini dipicu oleh meningkatnya pengeluaran di golongan atas, yang memperbesar jarak antara kelompok kaya dan miskin.

Kenaikan gini ratio ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah penduduk miskin menurun, ketimpangan ekonomi justru semakin melebar.

Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dalam upaya mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.

Meski begitu, penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Barat menunjukkan adanya perbaikan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Berbagai program bantuan sosial dan peningkatan akses terhadap layanan dasar diharapkan dapat terus menurunkan angka kemiskinan.

Namun, tantangan dalam menurunkan konsumsi rokok dan mengurangi kesenjangan ekonomi tetap menjadi prioritas yang harus ditangani.

Dalam jangka panjang, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif untuk mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi pada garis kemiskinan.

Kebijakan ini harus mencakup aspek pendidikan, kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin.

Peningkatan garis kemiskinan di Jawa Barat pada September 2024 menjadi sinyal bagi pemerintah untuk terus memantau dan menyesuaikan strategi pengentasan kemiskinan.***