Kalimat Renungan Buya Syakur, Mari Menyelami Makna Ketulusan dalam Iman
Buya Syakur, ulama kharismatik asal Indramayu, membagikan renungan spiritual yang mendalam. (Sumber: Wikimedia Commons)

Kalimat Renungan Buya Syakur, Mari Menyelami Makna Ketulusan dalam Iman

Diposting pada
iklan fif batujajar

KoranBandung.co.id – Renungan spiritual sering menjadi cermin bagi manusia untuk memahami hakikat kehidupan dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Salah satu ulama yang banyak memberikan renungan penuh makna adalah K.H. Abdul Syakur Yasin, MA, atau yang lebih dikenal dengan Buya Syakur.

Melalui pemikirannya yang dalam, beliau mengajak umat untuk merenungi diri dan memahami ajaran agama secara lebih luas dan mendalam.

Buya Syakur sendiri lahir pada 12 November 1960 dan menempuh pendidikan tinggi di luar negeri.

Beliau menyelesaikan studi S1 di Cairo, kemudian melanjutkan S2 dan S3 di Tunisia.

Sebagai ulama asal Indramayu, beliau dikenal luas karena pemahamannya yang mendalam, sikapnya yang supel, dan kemampuannya dalam menyampaikan ilmu dengan bahasa yang mudah dimengerti.

Buya Syakur juga memiliki keahlian dalam menyusun kata-kata mutiara serta memahami ilmu fisika, yang membuatnya semakin unik di kalangan ulama lainnya.

Kedekatannya dengan tokoh besar seperti almarhum Gus Dur dan Cak Nur menunjukkan bahwa pemikirannya memiliki pengaruh yang luas dalam dunia Islam di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa renungan dari Buya Syakur yang bisa menjadi bahan introspeksi diri:

“Wahai hamba-Ku, tidak usah engkau menyebutkan maksud dan tujuanmu kepada-Ku, karena Aku tahu segalanya. Malah yang penting seharusnya engkau mampu menguraikan dosa-dosamu kepada-Ku. Setelah itu baru meminta kepada-Ku untuk memilihkan apa yang terbaik untuk dirimu.”

Renungan ini mengajarkan bahwa manusia tidak perlu merasa perlu menjelaskan kebutuhannya kepada Tuhan, karena Tuhan Maha Mengetahui.

Namun, yang lebih utama adalah menyadari kesalahan dan bertobat, karena kesadaran akan dosa adalah langkah awal menuju perbaikan diri.

“Tak usah engkau banggakan kebaikan-kebaikanmu, karena tidak menambah luasnya kerajaan-Ku. Sebaiknya engkau sembunyikan saja di bawah onggokan dosa-dosamu.”

Pesan ini menekankan pentingnya kerendahan hati.

Seseorang tidak perlu membanggakan amal baiknya karena yang lebih penting adalah keikhlasan dalam menjalankannya.

“Jangan pernah memaksa orang lain untuk sejalan dengan kita.”

Setiap manusia memiliki jalannya masing-masing dalam kehidupan.

Memaksakan orang lain untuk memiliki pandangan yang sama justru dapat menimbulkan perpecahan.

“Peta yang telah Ku titipkan kepadamu, harus selalu engkau lihat supaya jangan tersesat. Adapun jalan dan lorong mana yang paling baik, silahkan pilih sendiri, disesuaikan dengan kondisimu. Yang penting jangan ditukar dengan apapun, karena tidak mungkin ada gantinya.”

Tuhan telah memberikan pedoman hidup melalui ajaran-Nya.

Namun, manusia tetap diberikan kebebasan dalam memilih jalannya sendiri.

Yang terpenting adalah tetap berpegang pada nilai-nilai kebaikan dan tidak tergoda untuk menukar prinsip dengan hal yang bersifat duniawi.

“Wahai hamba-Ku, Aku tidak suka melihat kesombonganmu, karena engkau berhasil meraih sukses. Untuk itu hancurkanlah apa saja yang telah dibangun oleh tanganmu. Setelah itu, silahkan menghadap kepada-Ku dan tidak usah gelisah tanpa membawa prestasi apapun. Karena yang Ku periksa nanti adalah hanya kebaikan hatimu.”

Kesombongan adalah sifat yang dibenci oleh Tuhan.

Seseorang tidak boleh terlalu membanggakan pencapaiannya, karena yang terpenting di mata Tuhan adalah kebersihan hati dan keikhlasan dalam berbuat baik.

“Wahai hamba-Ku, semua ini Ku cipta adalah untukmu. Tetapi mengapa engkau tergila-gila kepada ciptaan-Ku, sehingga engkau tidak pernah berterima kasih kepada-Ku.”

Banyak manusia terlalu sibuk mengejar duniawi hingga melupakan hakikat penciptaan dirinya.

Padahal, segala yang ada di dunia hanyalah titipan dan seharusnya digunakan untuk kebaikan, bukan menjadi tujuan utama dalam hidup.

“Serahkan segala urusanmu kepada-Ku. Engkau tidak bisa apa-apa. Aku yang menyelesaikan. Karena Akulah yang paling berkuasa.”

Pesan ini menekankan pentingnya tawakal kepada Tuhan.

Manusia sering kali merasa memiliki kendali penuh atas hidupnya, padahal segala sesuatu bergantung pada kehendak Tuhan.

Renungan dari Buya Syakur ini mengajarkan banyak hal tentang kehidupan dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Melalui pemahaman yang lebih mendalam, seseorang bisa lebih mendekatkan diri kepada-Nya dengan penuh ketulusan dan tanpa kesombongan.

Semoga renungan ini dapat menjadi inspirasi untuk lebih memahami hakikat spiritual dan menjalani kehidupan dengan lebih bermakna.***