KoranBandung.co.id – Berdasarkan survei terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah lokasi pekerja seks komersial (PSK) terbanyak di Indonesia.
Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat 79 desa atau kelurahan di 19 kabupaten dan kota di Jawa Barat yang menjadi tempat mangkal PSK.
Kabupaten Bekasi menempati posisi teratas dengan 17 lokasi, disusul oleh Indramayu dengan 13 lokasi, dan Subang dengan 7 lokasi.
Pendataan ini dilakukan melalui survei Potensi Desa (Podes) oleh BPS pada Mei 2024, yang melibatkan seluruh wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia.
Survei ini mencakup 84.276 wilayah administrasi pemerintah setingkat desa, termasuk desa, kelurahan, nagari di Sumatera Barat, Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), dan Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT).
Selain Jawa Barat, provinsi lain dengan jumlah lokasi PSK yang signifikan adalah Jawa Timur dengan 70 lokasi, Jawa Tengah dengan 55 lokasi, dan Sumatera Utara dengan 37 lokasi.
Meskipun survei ini tidak mendalami faktor penyebab keberadaan PSK, beberapa ahli menduga bahwa faktor ekonomi, pendidikan, dan mobilitas penduduk yang tinggi berperan dalam fenomena ini.
Tingginya angka pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan di beberapa daerah dapat mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas tersebut sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup.
Mobilitas penduduk yang tinggi, terutama di daerah perkotaan dan kawasan industri, juga berpotensi meningkatkan permintaan terhadap layanan PSK.
Namun, tanpa penelitian lebih lanjut, sulit untuk memastikan sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penyebaran lokasi PSK di Indonesia.
Pemerintah daerah di Jawa Barat dan provinsi lainnya diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini.
Upaya peningkatan pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dan program pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat rentan menjadi beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan.
Selain itu, pendekatan yang humanis dan berbasis pada hak asasi manusia perlu diterapkan dalam penanganan isu PSK, guna memastikan bahwa solusi yang diambil tidak menimbulkan stigma atau diskriminasi terhadap individu yang terlibat.***