KoranBandung.co.id – Pergerakan tanah di kawasan Cihanjuang, Kota Cimahi, menyebabkan kerusakan pada sejumlah rumah warga dan memicu kekhawatiran akan bencana susulan.
Kejadian tersebut berlangsung pada Senin pagi, 7 April 2025, sekitar pukul 07.00 hingga 08.00 WIB.
Fenomena geologis ini terjadi di Jl. Cihanjuang Gang Ikras 2 RT 04 RW 19, Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara.
Pergerakan tanah yang terjadi secara bertahap telah merusak sedikitnya sepuluh unit rumah yang berada di daerah dengan kemiringan cukup curam.
Dari laporan di lapangan, satu rumah bahkan dilaporkan ambruk total akibat kondisi tanah yang tidak stabil.
Pantauan di lokasi menunjukkan tanda-tanda kerusakan struktural mulai dari retakan besar pada dinding rumah hingga lantai yang terangkat.
Sebagian besar rumah yang terdampak diketahui berada di lereng yang dulunya merupakan area bekas galian pasir sejak era 1970-an.
Permukiman yang berada di atas tanah dengan sejarah bekas galian memiliki risiko tinggi mengalami longsor, terlebih pada musim hujan atau ketika tanah jenuh oleh air.
Sebagai bentuk respons awal, jajaran TNI dari Koramil 0911 Cimahi Utara bersama Tim Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Tagana langsung diterjunkan untuk memantau kondisi terbaru di lapangan.
Tim gabungan tersebut melakukan asesmen terhadap sepuluh rumah yang berada di jalur rawan longsor dan mencatat adanya tiga unit rumah yang menunjukkan keretakan signifikan pada struktur bangunan.
Berdasarkan pengecekan visual, terdapat tujuh rumah lainnya yang berpotensi terdampak langsung jika pergerakan tanah kembali terjadi di titik yang lebih tinggi.
Pola kerusakan yang ditemukan di lapangan memperkuat dugaan bahwa kondisi geologis kawasan tersebut tidak stabil dan memerlukan tindakan cepat untuk menghindari korban jiwa.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pergerakan tanah belum sepenuhnya berhenti, sehingga risiko bencana susulan masih cukup tinggi.
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi juga telah berada di lokasi dan memberikan informasi kepada warga untuk tetap siaga dan menjauhi area terdampak apabila terjadi retakan baru.
Selain itu, dari hasil evaluasi BPBD, rumah-rumah yang mengalami kerusakan dikategorikan dalam tingkat sedang hingga berat.
Bangunan tampak miring, beberapa lantai rumah terangkat, dan material bangunan lainnya mengalami deformasi struktural yang mengkhawatirkan.
Masyarakat di sekitar lokasi pun diminta untuk memperhatikan setiap gejala yang mengindikasikan tanah mulai bergerak kembali, seperti munculnya retakan baru atau perubahan posisi pada lantai dan dinding rumah.
Kondisi geografis wilayah RT 04 RW 19 yang berada di lereng curam semakin memperbesar potensi bahaya, terutama karena kontur tanah merupakan bekas galian.
Faktor ini menjadi perhatian khusus bagi tim monitoring karena struktur tanah bekas galian cenderung memiliki stabilitas rendah, terlebih ketika dipadatkan untuk permukiman.
Pemerintah Kota Cimahi menunjukkan komitmennya dalam penanggulangan bencana dengan melakukan monitoring berkala terhadap wilayah-wilayah berisiko tinggi.
Melalui koordinasi lintas instansi, baik dari TNI, BPBD, maupun FPRB, langkah-langkah mitigasi akan terus dilakukan untuk mencegah dampak lebih besar.
Kesiapan jalur evakuasi, penyiapan tempat penampungan sementara, dan edukasi kepada masyarakat menjadi bagian dari strategi penanggulangan darurat yang kini mulai diimplementasikan.
Dalam kondisi darurat, warga Cimahi dapat menghubungi layanan cepat tanggap Cimahi Campernik Mantap di nomor 112 yang tersedia 24 jam tanpa dikenai biaya maupun kuota.
Pemerintah daerah juga mengimbau warga yang tinggal di kawasan rawan longsor untuk mulai mempertimbangkan relokasi, terutama bila retakan dan kerusakan di rumah mereka semakin parah.
Langkah jangka panjang yang kini mulai dibicarakan adalah pemetaan ulang kawasan rawan bencana dan penertiban izin pembangunan di lahan berisiko tinggi.
Evaluasi kebijakan tata ruang di Kota Cimahi menjadi penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Kegiatan monitoring semacam ini diharapkan tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga menjadi agenda preventif agar masyarakat lebih terlindungi dari ancaman bencana geologis.
Kejadian di Jl. Cihanjuang menjadi pengingat bahwa pembangunan harus memperhatikan aspek geologi dan keamanan lingkungan.
Pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta perlu bersinergi dalam merancang kawasan hunian yang tidak hanya nyaman, tetapi juga aman secara struktural dan geografis.***