KoranBandung.co.id – Suasana haru disertai amarah mewarnai ruang perawatan RSUD Cibabat, Kota Cimahi, setelah video seorang pria menangis di samping istrinya yang sedang terbaring viral di media sosial.
Video berdurasi 1 menit 30 detik itu memunculkan beragam reaksi publik, terutama setelah terdengar pernyataan sang pria yang menuduh ada keterlambatan tindakan medis terhadap istrinya.
Rekaman tersebut memunculkan dugaan diskriminasi pelayanan terhadap pasien pengguna BPJS Kesehatan, dibanding pasien umum.
Dalam video yang beredar luas di berbagai platform, terlihat beberapa tenaga medis sedang menangani seorang pasien perempuan yang terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Suara seorang pria terdengar jelas, meluapkan emosi bercampur kesedihan mendalam saat menyaksikan kondisi sang istri yang menurutnya memburuk akibat penanganan yang terlambat.
Dengan suara bergetar, pria tersebut mengungkapkan bahwa ia telah meminta sedari hari sebelumnya agar pihak rumah sakit menyedot cairan yang menumpuk di perut istrinya.
Namun, permintaan tersebut tidak langsung ditanggapi oleh petugas medis yang berjaga.
Pria itu pun menunjukkan kepedihan dan kemarahannya di hadapan tim medis, sambil menunjuk ke arah sang istri yang tampak lemah di ranjang perawatan.
Ia menuding bahwa keterlambatan penanganan itu terjadi karena sang istri merupakan peserta BPJS Kesehatan.
Pernyataan tersebut memunculkan dugaan bahwa ada perlakuan berbeda dalam layanan kesehatan terhadap pasien berdasarkan jenis layanan yang digunakan.
Video itu pun menyebar cepat dan menuai berbagai tanggapan dari warganet yang mayoritas menyoroti persoalan kesetaraan akses layanan kesehatan di fasilitas umum.
Sejumlah komentar mempertanyakan komitmen rumah sakit daerah dalam memberikan pelayanan tanpa diskriminasi kepada seluruh warga, apapun jenis jaminan kesehatannya.
Fenomena seperti ini bukan kali pertama muncul di media sosial, dan menjadi indikator adanya persoalan struktural dalam sistem pelayanan kesehatan di tingkat lokal.
Namun, kasus di RSUD Cibabat menarik perhatian karena terjadi di fasilitas milik pemerintah yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan sosial.
Meski belum ada pernyataan resmi dari manajemen rumah sakit, video tersebut telah memicu desakan publik agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP penanganan pasien di RSUD Cibabat.
Pihak Dinas Kesehatan Kota Cimahi pun diharapkan turun tangan untuk menelusuri kebenaran informasi dalam video tersebut dan memastikan tidak terjadi pelanggaran etika maupun hak pasien.
Banyak pihak menilai bahwa pernyataan pria dalam video, meskipun emosional, patut diperhatikan sebagai bentuk kegelisahan masyarakat terhadap pelayanan yang dirasa belum sepenuhnya adil.
Dalam konteks hukum dan regulasi, tidak dibenarkan adanya perbedaan pelayanan antara pasien umum dan pasien BPJS, terutama dalam situasi yang membutuhkan penanganan segera.
BPJS Kesehatan sendiri secara sistem telah menjadi jaminan nasional yang memiliki landasan hukum kuat, termasuk prinsip keadilan dan inklusivitas layanan.
Namun demikian, di lapangan masih sering muncul anggapan bahwa pasien non-BPJS akan mendapatkan prioritas lebih tinggi, sesuatu yang bertentangan dengan semangat universal healthcare.
Terkait peristiwa di RSUD Cibabat, narasi yang berkembang menunjukkan masih adanya jurang antara idealisme pelayanan publik dan realita yang dialami oleh pasien di fasilitas kesehatan pemerintah.
RSUD sebagai institusi layanan publik seharusnya menjaga kepercayaan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan manusiawi, tanpa memandang latar belakang pasien.
Dalam banyak kasus serupa, kunci penyelesaian terletak pada transparansi informasi dan evaluasi internal yang melibatkan pihak eksternal, seperti lembaga pengawas independen.
Pemerintah daerah dan otoritas kesehatan mesti mengambil pelajaran dari kejadian ini untuk memperkuat integritas sistem kesehatan, terutama dalam hal kecepatan respons dan komunikasi dengan keluarga pasien.
Warga yang mengalami peristiwa serupa diimbau untuk menyalurkan aduan secara resmi ke instansi terkait agar proses penelusuran bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Meski kemarahan pria dalam video terkesan emosional, hal itu justru mencerminkan kedalaman rasa kecewa yang mungkin selama ini tertahan oleh berbagai keterbatasan dalam menyuarakan hak-hak pasien.
Peristiwa ini bisa menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali pentingnya reformasi layanan kesehatan publik, agar setiap warga negara merasa dilindungi dan dihargai dalam situasi apapun.
Kejadian di RSUD Cibabat menjadi pengingat bahwa sistem kesehatan nasional bukan hanya soal infrastruktur dan anggaran, tapi juga tentang empati, kecepatan, dan keadilan dalam perlakuan terhadap pasien.
Publik kini menanti langkah konkret dari manajemen RSUD Cibabat dan Pemerintah Kota Cimahi dalam menindaklanjuti insiden tersebut secara adil dan transparan.***









