KoranBandung.co.id – Sepak bola tidak hanya tentang permainan di atas lapangan, tetapi juga tentang gairah dan identitas di tribun penonton.
Di balik gemuruh stadion, terdapat kelompok pendukung yang dikenal dengan berbagai istilah, dua di antaranya adalah Curva Sud dan Ultras.
Keduanya sering dianggap sama oleh publik, padahal memiliki perbedaan mendasar baik dari makna, fungsi, maupun karakter pendukungnya.
Fenomena ini menjadi bagian penting dari budaya sepak bola dunia, termasuk di Indonesia, yang memiliki basis suporter dengan semangat serupa.
Asal-usul Istilah Curva Sud
Istilah Curva Sud berasal dari bahasa Italia yang berarti “tribun selatan” (di beberapa stadion, tribun berbentuk kurva, oleh karenanya banyak yang menyebut tribun dengan sebutan curva).
Dalam konteks sepak bola Eropa, Curva Sud merujuk pada area khusus di stadion, biasanya berada di sisi selatan, tempat berkumpulnya para pendukung paling loyal dari sebuah klub.
Contoh paling terkenal adalah Curva Sud milik AS Roma dan AC Milan, yang menjadi simbol kebanggaan serta pusat semangat bagi tim mereka.
Meski disebut “Curva Sud”, konsep ini tidak sekadar soal lokasi duduk di stadion.
Tribun ini menjadi simbol dari kesetiaan, tempat di mana lagu-lagu dukungan diciptakan, koreografi megah disusun, dan semangat kolektif dipertahankan selama pertandingan berlangsung.
Bagi sebagian pendukung, berdiri di Curva Sud bukan sekadar menonton, tetapi menjadi bagian dari ritual emosional yang menyatukan ribuan jiwa dengan tujuan yang sama: mendukung tim kebanggaan hingga peluit akhir.
Ultras: Fanatisme yang Terorganisir
Berbeda dengan Curva Sud, istilah Ultras menggambarkan sekelompok fans yang dikenal dengan militansi dan fanatisme tinggi terhadap klubnya.
Gerakan Ultras muncul pertama kali di Italia pada akhir 1960-an, kemudian menyebar ke berbagai negara Eropa hingga ke Amerika Latin dan Asia.
Mereka bukan sekadar penonton, tetapi sebuah organisasi dengan struktur, aturan, dan identitas yang kuat.
Ultras memiliki gaya mendukung yang khas, seperti nyanyian tanpa henti selama 90 menit, penggunaan flare dan smoke bomb, hingga koreografi visual yang megah di stadion.
Namun, mereka juga sering kali dikaitkan dengan tindakan kontroversial karena kedisiplinan dan loyalitas ekstrem yang terkadang melampaui batas.
Meski demikian, bagi banyak penggemar sepak bola, Ultras dipandang sebagai roh sejati dari dukungan di tribun.









