KoranBandung.co.id – Setiap menjelang Hari Raya keagamaan, pertanyaan utama muncul di kalangan pekerja yang berencana mengundurkan diri, apakah mereka masih memiliki hak atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 (Permenaker 6/2016) tentang Tunjangan Hari Raya (THR)?
Sejumlah pekerja memilih keluar dari perusahaan menjelang hari raya dengan harapan tetap memperoleh THR.
Bagi perusahaan, hal ini memunculkan dilema administratif terkait hak pekerja dan kewajiban pemberi kerja.
Pendekatan yang berbeda antara pekerja tetap (PKWTT) dan pekerja kontrak (PKWT) menjadi ujung tombak perdebatan.
Isu ini tidak sekadar soal pemberian uang tambahan, melainkan soal kepastian hak yang melekat pada hubungan kerja di Indonesia dan bagaimana kebijakan ketenagakerjaan menyikapinya secara adil dan rasional.
Dalam konteks ini, pemahaman yang jelas mengenai kondisi dan syarat hak THR bagi pekerja yang mengundurkan diri sangat penting agar tidak menimbulkan salah paham atau perselisihan.
Latar Hukum dan Prinsip THR
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 menetapkan bahwa THR adalah pendapatan non-upah yang wajib diberikan pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
Aturan tersebut berlaku bagi pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan secara terus-menerus.
THR harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Namun demikian, syarat pemberian THR tidak hanya dilihat dari masa kerja atau jenis kontrak semata, melainkan juga dari waktu pemutusan hubungan kerja dan status hubungan kerja itu sendiri — apakah pekerja tetap (PKWTT) atau kontrak (PKWT).
Hak THR untuk Pekerja yang Resign: Pekerja Tetap (PKWTT)
Bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), jika terjadi pemutusan hubungan kerja karena pengunduran diri atas kemauan sendiri — dan pemutusan tersebut terjadi terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan — maka pekerja tetap berhak atas THR.
Misalnya: jika Hari Raya Idul Fitri ditetapkan tanggal 10 April 2024, dan seorang pekerja tetap mengakhiri hubungan kerja secara sah mulai 15 Maret 2024 (kurang dari 30 hari sebelum hari raya), maka pekerja itu tetap berhak mendapatkan THR.
Dengan demikian, bagi PKWTT, pengunduran diri yang dilakukan dalam kurun 30 hari sebelum hari raya keagamaan secara hukum masih memberikan hak atas THR — dengan catatan bahwa seluruh prosedur pengunduran diri telah dilakukan secara sah.
Hak THR untuk Pekerja Kontrak (PKWT) dan Skenario Pengunduran Diri
Situasi berbeda berlaku bagi pekerja kontrak (PKWT) atau perjanjian kerja waktu tertentu. Permenaker 6/2016 menetapkan bahwa ketentuan hak THR sebagaimana di ayat untuk PKWTT tidak berlaku bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang sudah berakhir sebelum hari raya keagamaan.
Artinya: jika hubungan kerja PKWT berakhir — misalnya karena kontrak selesai atau pengunduran diri — dan tanggal berakhirnya tersebut terjadi sebelum hari raya keagamaan, maka perusahaan tidak wajib memberi THR kepada pekerja tersebut.
Eksplorasi lebih lanjut menunjukkan bahwa sering muncul perbedaan penerapan di lapangan: beberapa pekerja PKWT yang mengundurkan diri dalam jarak kurang dari 30 hari sebelum hari raya tetap berharap memperoleh THR, namun dari sisi regulasi formal, hak itu bisa tidak diberikan.









