KoranBandung.co.id – Maraknya seruan pembubaran DPR di media sosial menuai tanggapan keras dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.
Fenomena tersebut menarik perhatian publik karena muncul di tengah derasnya kritik terhadap kinerja lembaga legislatif.
Dalam pandangan Sahroni, wacana tersebut dinilai tidak realistis dan hanya mengumbar emosi tanpa dasar hukum yang jelas.
Sahroni menegaskan bahwa seruan pembubaran DPR tidak bisa diterima akal sehat.
Ia menyebut orang yang hanya mampu menyerukan pembubaran DPR adalah orang dengan cara berpikir terburuk.
Dengan tegas, Sahroni menyebut mental demikian sebagai “mental orang tolol sedunia” yang tidak memahami esensi demokrasi.
Pernyataan itu ia lontarkan usai menghadiri kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara, Jumat (22/8/2024).
Menurutnya, tudingan keras terhadap DPR masih bisa diterima sebagai bentuk kritik.
Namun, jika wacana itu berkembang menjadi seruan pembubaran, maka hal itu dianggap berlebihan dan tidak masuk akal.
Sahroni mengaku tidak mempermasalahkan jika DPR menjadi sasaran kritik, bahkan hinaan sekalipun.
Ia menyatakan terbuka terhadap setiap bentuk penilaian masyarakat, meskipun dilakukan dengan bahasa yang keras.
Meski demikian, ia berpesan agar hal itu dilakukan secara wajar dan tidak melampaui batas.
Sahroni menilai bahwa narasi ekstrem, seperti seruan pembubaran DPR, justru berpotensi merusak mental masyarakat sendiri.
Menurutnya, seruan itu dapat melahirkan pesimisme terhadap lembaga negara dan mengikis kepercayaan pada sistem demokrasi.
Politisi NasDem tersebut menekankan bahwa perbaikan DPR tidak bisa ditempuh dengan cara membubarkan lembaga.
Ia mengingatkan bahwa DPR adalah bagian penting dari konstitusi yang harus dijaga keberadaannya.
Sahroni menilai jalan terbaik untuk mendorong perbaikan kinerja DPR adalah melalui kritik konstruktif.
Ia juga menekankan pentingnya pemilu sebagai wadah rakyat menentukan wakil yang kredibel.
Dengan memilih calon yang tepat, masyarakat dapat memperbaiki arah DPR secara konstitusional.
Sahroni juga mengajak publik agar tidak mudah terprovokasi dengan wacana liar yang beredar di media sosial.
Ia menekankan bahwa kebebasan berpendapat sebaiknya digunakan untuk memberi masukan, bukan sekadar caci maki.
Menurutnya, kritik yang sehat akan menjadi kontrol demokrasi dan memberi dorongan bagi DPR untuk bekerja lebih baik.
Di sisi lain, Sahroni memahami kekecewaan publik terhadap sejumlah isu yang melibatkan DPR belakangan ini.
Mulai dari pembahasan RUU kontroversial hingga gaya hidup anggota dewan, semuanya menjadi sorotan tajam masyarakat.
Namun, ia tetap menegaskan bahwa menghapus DPR bukanlah jawaban atas masalah tersebut.
Ia mengingatkan bahwa tanpa DPR, sistem demokrasi di Indonesia tidak bisa berjalan sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Karena itu, ia menilai wacana pembubaran DPR hanya akan merusak tatanan yang sudah dibangun bersama.
Sahroni menutup pernyataannya dengan ajakan agar masyarakat tetap rasional dalam menyampaikan aspirasi.
Menurutnya, kritik tajam memang diperlukan, tetapi harus diarahkan pada solusi nyata, bukan sekadar slogan emosional.
Dengan begitu, demokrasi dapat terus berkembang dan DPR bisa berbenah menuju lembaga yang lebih dipercaya publik.***