KoranBandung.co.id – Seorang pria di Kabupaten Bandung diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anak dan warga setelah merasa terganggu oleh permainan layangan.
Peristiwa ini menarik perhatian publik setelah beredar di media sosial dan memicu diskusi tentang keamanan anak serta cara menyelesaikan konflik di lingkungan masyarakat.
Insiden tersebut juga memperlihatkan bagaimana gesekan kecil di lingkungan permukiman dapat berkembang menjadi persoalan serius hingga harus ditangani aparat kepolisian.
Kejadian bermula di kawasan Kavling Bojong Waru Indah, Rancamanyar, Kabupaten Bandung.
Sejumlah anak diketahui sedang bermain layangan di sekitar area tersebut.
Pria yang diduga seorang pensiunan TNI merasa terganggu oleh suara dan aktivitas anak-anak tersebut.
Dalam kondisi emosi, pria itu membawa sebuah sapu dan mendatangi lokasi anak-anak yang sedang berlarian.
Anak-anak yang ketakutan kemudian berusaha menjauh, namun di lokasi terdapat beberapa balita yang masih berada di sekitar tempat kejadian.
Balita berusia sekitar tiga tahun itu diduga menjadi sasaran amarah pelaku hingga mengalami kekerasan fisik.
Tidak hanya anak-anak, seorang nenek yang mencoba melerai diduga ikut menjadi korban dengan perlakuan kasar berupa cekikan.
Peristiwa ini menimbulkan kegemparan setelah sebuah akun media sosial membagikan kronologi kejadian dan menyebut bahwa pelaku melakukan kekerasan secara spontan karena merasa terganggu.
Unggahan tersebut kemudian viral dan memunculkan reaksi keras dari warganet yang mengecam tindakan kekerasan terhadap anak kecil.
Banyak pihak menilai bahwa persoalan anak-anak bermain layangan seharusnya bisa diselesaikan dengan cara komunikasi dan dialog, bukan dengan tindakan fisik.
Kapolresta Bandung melalui Satreskrim menyampaikan bahwa terduga pelaku sudah diamankan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Pihak kepolisian memastikan akan mendalami kasus ini dengan memeriksa saksi-saksi, termasuk warga sekitar yang berada di lokasi kejadian.
Proses hukum akan tetap berjalan meskipun pelaku merupakan seorang pensiunan aparat, karena hukum berlaku sama bagi setiap warga negara.
Kejadian ini membuka diskusi lebih luas mengenai fenomena konflik sosial di masyarakat akibat permainan tradisional seperti layangan.
Permainan layangan memang kerap menimbulkan persoalan karena benang yang putus sering mengejar hingga ke permukiman, menyebabkan kegaduhan, bahkan berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Meski begitu, anak-anak seharusnya tetap dilindungi dan diberikan ruang bermain yang aman tanpa harus mengalami tindak kekerasan.
Kasus di Rancamanyar bisa menjadi pelajaran penting agar masyarakat lebih bijak dalam merespons aktivitas anak-anak.
Alih-alih melibatkan emosi, masyarakat perlu mengutamakan pendekatan persuasif dan melibatkan tokoh lingkungan bila terjadi gangguan.***