KoranBandung.co.id – Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) kembali mencuat di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah korban yang terus bertambah.
Insiden kali ini menimpa siswa SMP Negeri 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Lebih dari seratus siswa mengalami gejala keracunan usai menyantap makanan yang disediakan dalam program MBG.
Laporan awal menyebutkan korban mencapai 115 orang, dan angka tersebut diperkirakan masih akan bertambah seiring dengan perkembangan kondisi di lapangan.
Sejumlah siswa yang mengalami gejala seperti mual, pusing, dan muntah dilarikan ke berbagai fasilitas kesehatan terdekat.
Beberapa korban dibawa ke RSUD Lembang, sementara sebagian lainnya ditangani di RS Cibabat Cimahi dan sejumlah rumah sakit swasta.
Relawan yang bertugas di lokasi menggambarkan suasana sekolah mendadak panik setelah banyak siswa jatuh sakit hampir bersamaan.
Keluarga korban bergegas datang ke sekolah untuk memastikan kondisi anak-anak mereka dan sebagian ikut mendampingi ke rumah sakit.
Situasi darurat ini membuat aparat setempat bersama tenaga medis harus bergerak cepat agar penanganan berjalan maksimal.
Program MBG sejatinya digagas pemerintah daerah sebagai upaya pemenuhan gizi bagi pelajar di Bandung Barat.
Namun, kasus keracunan massal yang berulang menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan orangtua.
Sebagian orangtua korban mendesak agar program MBG dihentikan sementara waktu hingga ada evaluasi menyeluruh.
Menurut mereka, kejadian keracunan seperti ini bukan pertama kali terjadi, sehingga perlu ada langkah tegas dari pemerintah.
Kritik yang muncul bukan hanya menyangkut kualitas makanan, tetapi juga standar pengawasan dalam distribusinya.
Faktor kebersihan, kualitas bahan baku, hingga proses penyimpanan makanan dinilai masih belum terkontrol dengan baik.
Sejumlah pemerhati pendidikan dan kesehatan masyarakat menilai kasus ini harus menjadi momentum evaluasi besar-besaran.
Mereka berpendapat program MBG tetap penting untuk keberlangsungan pendidikan, namun aspek keamanannya tidak boleh diabaikan.
Apabila pengawasan tidak ditingkatkan, risiko keracunan serupa bisa terus berulang di sekolah lain.***