KoranBandung.co.id – Polemik pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan dengan status mitra seperti driver ojek online atau kurir kembali mencuat menjelang musim Lebaran.
Penting untuk dicatat bahwa sistem kemitraan tidak sama dengan status karyawan tetap.
Kedua, undang-undang ketenagakerjaan menjamin THR bagi pekerja dengan hubungan kerja formal, namun tidak secara otomatis untuk mitra.
Ketiga, meski tidak diwajibkan secara hukum untuk mitra, pemerintah dan platform telah mulai mendorong pemberian apresiasi dalam bentuk bonus Hari Raya.
Status Hukum dan Perbedaan Status Kerja
Berdasarkan regulasi yang berlaku, pekerja dengan kontrak formal seperti karyawan tetap atau kontrak (PKWT/PKWTT) memiliki hak memperoleh THR yang wajib dipenuhi perusahaan.
Sebaliknya, banyak pekerja mitra, termasuk mitra ojol atau kurir, berada dalam kategori kemitraan yang tidak termasuk sebagai pekerja formal.
Karena itu, menurut analisis hukum, mitra biasanya tidak memiliki hak hukum penuh atas THR sebagaimana karyawan formal.
Regulasi Terbaru dan Imbauan Pemerintah
Seiring perkembangan ekonomi digital dan kenaikan jumlah mitra di aplikasi, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengeluarkan surat edaran yang mendorong platform untuk memberikan apresiasi Hari Raya kepada mitra pengemudi atau kurir.
Namun, surat edaran tersebut bersifat imbauan, bukan regulasi yang mengikat secara penuh.
Misalnya, dalam edaran disebut bahwa pemberian bonus hari raya bagi pengemudi dan kurir berbasis aplikasi dapat diberikan dengan memperhatikan syarat-syarat tertentu.
Apa Bedanya THR Formal Dengan Bonus Bagi Mitra?
Perlu dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk mitra sering kali bukan “THR” dalam arti formal, melainkan “Bonus Hari Raya” (BHR) atau insentif serupa.
Perbedaan utama:
- THR adalah hak yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan bagi karyawan formal.
- Bonus hari raya bagi mitra bersifat sukarela dari platform, kriteria dan besaran bisa berbeda-beda.









