KoranBandung.co.id – Kasus keracunan makanan kembali mencoreng program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat.
Insiden ini terjadi di wilayah Cipongkor dan menimpa ratusan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan.
Data resmi mencatat sebanyak 411 siswa mengalami keracunan pada 22 September 2025, disusul 220 siswa pada 24 September 2025.
Korban berasal dari SMK Karya Perjuangan, SMP Ciparai, hingga TK Nurul Saadah.
Gejala yang dialami para pelajar bervariasi mulai dari nyeri kepala, mual, muntah, hingga kasus serius seperti sesak napas dan kejang.
Lonjakan jumlah korban membuat layanan kesehatan di Bandung Barat harus bekerja ekstra menangani siswa yang jatuh sakit.
Pihak sekolah pun sempat menutup sementara kegiatan belajar tatap muka untuk fokus pada pemulihan para siswa.
Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut penyebab utama berasal dari kesalahan teknis pengolahan di dapur penyedia makanan MBG.
Menurut Kepala BGN, Dadan Hindayana, dapur SPPG yang ditunjuk memasak terlalu dini sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum akhirnya dibagikan ke sekolah-sekolah.
Ia menekankan bahwa standar penyajian seharusnya membatasi maksimal empat jam antara proses memasak dan konsumsi.
Dadan juga menambahkan bahwa penyedia makanan baru semestinya mendapat pendampingan bertahap agar kualitas distribusi tetap terjaga.
Pernyataan itu senada dengan evaluasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Dedi menegaskan bahwa pola memasak malam hari lalu didistribusikan siang hari membuat makanan rawan basi.
Ia menyebut hal ini sebagai persoalan mendasar yang harus segera diperbaiki sebelum insiden serupa terulang.
Pandangan kritis juga datang dari Direktur Literatur Institut, Asran Siara.
Ia menilai aspek kebersihan dan kesehatan di dapur penyedia MBG harus menjadi prioritas utama.
Asran bahkan menyoroti kemungkinan adanya pelanggaran standar operasional yang bisa mengarah pada dugaan sabotase terhadap program MBG.
Menurutnya, bila ada dapur atau penyedia yang sengaja mengabaikan aturan, perlu dilakukan investigasi mendalam.
Kasus ini memunculkan kekhawatiran publik mengenai keberlanjutan program MBG yang sejatinya ditujukan untuk meningkatkan gizi generasi muda.
Orang tua siswa mulai mempertanyakan mekanisme pengawasan pemerintah terhadap dapur penyedia makanan.
Beberapa pihak juga mendorong agar kualitas dapur penyedia diverifikasi ulang sebelum diberikan tanggung jawab besar.***