KoranBandung.co.id – Jajaran Polresta Bandung kembali mencatat prestasi dengan membongkar praktik sindikat pemalsuan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sekaligus jaringan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di wilayah Kabupaten Bandung.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena mengungkap bagaimana kejahatan terorganisir bekerja dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk melancarkan aksinya.
Pengungkapan berawal dari laporan masyarakat yang resah akibat meningkatnya kasus kehilangan sepeda motor di sejumlah kawasan.
Tim Satreskrim Polresta Bandung menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan serangkaian penyelidikan intensif.
Dari hasil penyelidikan, polisi berhasil mengamankan dua orang laki-laki berinisial GN (29) dan FR (23) di wilayah Cangkuang, Kabupaten Bandung.
Saat dilakukan penggeledahan di rumah FR, petugas mendapati 12 unit sepeda motor yang tidak memiliki dokumen sah seperti STNK dan BPKB.
Sebagian kendaraan yang ditemukan dipastikan merupakan hasil tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.
Hasil pemeriksaan mengungkap bahwa kedua tersangka memperoleh motor dengan cara membeli melalui media sosial, kemudian melakukan transaksi secara langsung atau cash on delivery (COD).
Setelah mendapatkan motor curian tersebut, para tersangka berupaya melengkapi kendaraan dengan dokumen palsu.
Untuk melancarkan aksi itu, mereka menghubungi MZ (49) yang berperan sebagai pembuat STNK palsu.
Dokumen tersebut dipalsukan agar kendaraan hasil curian dapat terlihat legal di mata pembeli maupun aparat saat dilakukan pemeriksaan.
Selain itu, polisi juga menetapkan tersangka lain berinisial FZ (21) yang berperan sebagai penjual motor hasil curian.
Keterlibatan beberapa orang dalam peran berbeda memperlihatkan bahwa sindikat ini sudah terstruktur dengan baik.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Aldi Subartono menyampaikan bahwa kasus ini menjadi bukti seriusnya ancaman sindikat curanmor yang terorganisir.
Ia menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat saat melakukan transaksi kendaraan bekas, khususnya melalui media sosial.
Menurut hasil penyelidikan, para pelaku sengaja memanfaatkan media sosial sebagai sarana distribusi kendaraan hasil curian dengan harga lebih murah dari pasaran.
Pembeli yang tidak teliti menjadi target empuk, terutama karena banyak yang tergiur harga murah tanpa memperhatikan keaslian dokumen.
Kombes Pol Aldi juga mengingatkan masyarakat untuk selalu melakukan pengecekan keabsahan dokumen kendaraan di kantor Samsat sebelum melakukan pembelian.
Pengungkapan kasus ini tidak hanya menyelamatkan belasan unit kendaraan dari peredaran ilegal, tetapi juga membuka jaringan sindikat pemalsu dokumen yang lebih luas.
Para tersangka kini dijerat pasal 263 KUHPidana tentang pemalsuan dokumen serta pasal 266 KUHPidana terkait penggunaan dokumen palsu.
Ancaman hukuman penjara maksimal tujuh tahun menanti para tersangka sesuai dengan peran masing-masing.
Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar tidak terjebak membeli kendaraan murah tanpa dokumen sah.
Polisi menegaskan bahwa masyarakat yang terlibat sebagai pembeli kendaraan hasil curian juga bisa dikenakan sanksi hukum.***