KoranBandung.co.id – Fenomena berkembang biaknya nyamuk di selokan kotor masih menjadi pertanyaan banyak warga kota.
Kondisi tersebut tidak hanya menjengkelkan, tetapi juga membahayakan karena berpotensi menyebarkan penyakit.
Meski terlihat tak layak huni, lingkungan seperti selokan ternyata tetap bisa menjadi rumah yang ideal bagi nyamuk.
Keberadaan nyamuk di selokan kotor bukanlah hal yang mengejutkan bagi para peneliti dan ahli lingkungan.
Justru, air kotor yang tergenang di selokan sering kali lebih ideal sebagai tempat berkembang biak bagi nyamuk, dibandingkan air bersih yang mengalir.
Hal ini berkaitan dengan beberapa faktor lingkungan yang mendukung siklus hidup nyamuk, khususnya jenis nyamuk tertentu seperti Culex yang lebih menyukai habitat seperti itu.
Air yang mengandung banyak bahan organik, limbah rumah tangga, dan lumpur ternyata justru mempercepat proses penetasan telur nyamuk.
Di dalam lingkungan seperti itu, jentik nyamuk memperoleh makanan dari mikroorganisme dan zat organik yang melimpah.
Selain itu, kondisi air yang tenang dan tidak mengalir membuat telur nyamuk tidak mudah hanyut, sehingga larva bisa berkembang dengan baik.
Beberapa spesies nyamuk bahkan justru lebih menyukai air dengan kandungan oksigen yang rendah seperti yang terdapat di selokan kotor.
Mereka mampu bertahan hidup dan berkembang dalam air yang dianggap tidak sehat bagi organisme lain.
Keunikan sistem pernapasan larva nyamuk juga menjadi faktor penentu dalam kemampuannya bertahan di tempat seperti selokan.
Larva nyamuk memiliki alat bantu napas yang memungkinkan mereka menghirup udara langsung dari permukaan air, sehingga tidak tergantung pada kualitas air itu sendiri.
Tak heran jika dalam kondisi selokan penuh limbah pun, jentik nyamuk tetap aktif dan berkembang pesat.
Kondisi lingkungan kota yang padat dan sistem drainase yang buruk juga turut memperparah situasi ini.
Selokan yang mampet atau jarang dibersihkan akan menampung genangan air dalam waktu lama, memberi ruang bagi nyamuk untuk berkembang biak tanpa gangguan.
Kondisi ini sangat berbeda dengan air bersih yang sering kali justru lebih bersih dari mikroorganisme, sehingga tidak menyediakan cukup makanan bagi larva nyamuk.
Masyarakat kerap salah kaprah dalam menganggap bahwa hanya air bersih yang bisa menjadi sarang nyamuk, padahal nyamuk memiliki adaptasi tinggi terhadap berbagai jenis lingkungan.
Jenis nyamuk Aedes aegypti memang lebih menyukai air bersih tergenang, seperti dalam bak mandi atau pot bunga, tetapi jenis Culex justru aktif berkembang di air kotor selokan.
Oleh karena itu, pembersihan lingkungan harus mencakup semua jenis tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, termasuk saluran air kotor sekalipun.
Program fogging yang hanya menyasar lingkungan permukiman padat tanpa memperhatikan kebersihan saluran air, tidak akan efektif dalam jangka panjang.
Penting bagi warga dan pemerintah daerah untuk memahami siklus hidup nyamuk agar bisa mengambil langkah pencegahan yang menyeluruh.
Bukan hanya pengasapan, tetapi juga revitalisasi sistem drainase, pembersihan rutin selokan, dan edukasi publik tentang jenis-jenis tempat berkembang biaknya nyamuk.
Selain itu, kesadaran untuk tidak membuang sampah ke dalam saluran air harus terus digalakkan karena sampah justru menciptakan habitat sempurna bagi jentik nyamuk.
Kondisi inilah yang membuat peran warga menjadi sangat penting dalam memutus rantai perkembangbiakan nyamuk.
Upaya pencegahan tidak bisa hanya dilakukan dari atas ke bawah, melainkan butuh partisipasi aktif dari masyarakat.
Dengan memahami bahwa selokan kotor bukan tempat yang steril dari nyamuk, warga diharapkan lebih waspada dan turut menjaga kebersihan lingkungan.
Langkah kecil seperti membersihkan sampah di depan rumah, menguras selokan sekitar, dan memastikan tidak ada air menggenang bisa memberi dampak besar bagi kesehatan bersama.
Jika dibiarkan, selokan kotor akan terus menjadi ladang produksi nyamuk penyebab penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan filariasis.
Di tengah meningkatnya ancaman penyakit akibat nyamuk, edukasi berbasis fakta ilmiah sangat dibutuhkan untuk membentuk kesadaran kolektif masyarakat.
Dengan begitu, tidak ada lagi salah persepsi bahwa air kotor adalah tempat yang aman dari nyamuk.
Sebaliknya, justru dari sanalah wabah bisa bermula.***