Amarta Sayap Merah Padalarang Kembali Tersandung Kasus, Ini Kasus Terbaru
Gambar hanya ilustrasi.

Amarta Sayap Merah Padalarang Kembali Tersandung Kasus, Ini Kasus Terbaru

Diposting pada
iklan fif batujajar

KoranBandung.co.id – Dealer motor Honda Amarta Sayap Merah Padalarang kembali menjadi bahan pembicaraan hangat setelah tersandung persoalan baru.

Puluhan ulasan negatif bermunculan di Google Maps dan media sosial, mencerminkan kekecewaan konsumen serta mantan karyawan.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa masalah di dealer besar yang berlokasi di Jalan Raya Padalarang No.528, Kabupaten Bandung Barat, belum kunjung berakhir.

Nama dealer Amarta Sayap Merah sebenarnya cukup populer karena skala usahanya tergolong besar di kawasan Bandung Barat.

Posisinya yang strategis, berdekatan dengan kantor BPJS Kesehatan, menjadikannya salah satu rujukan utama warga yang ingin membeli sepeda motor Honda.

Namun, citra tersebut belakangan tercoreng akibat rentetan kasus yang memukul reputasi perusahaan.

Jejak Kasus yang Belum Tuntas

Pada Oktober 2024, dealer ini sempat digeruduk warga karena dugaan penggelapan dana pembelian motor oleh kepala cabang berinisial A.

Puluhan calon pembeli merasa dirugikan setelah uang muka maupun pelunasan kendaraan yang mereka bayarkan justru tidak sampai ke perusahaan.

Informasi lain menyebutkan kepala cabang tersebut juga pernah menjaminkan sebuah motor 250cc untuk pinjaman pribadi dengan nilai signifikan.

Baca Juga:  Puluhan Anak Diduga Jadi Korban Kakek Cabul di Padalarang, Warga Geram!

Kasus tersebut sempat viral dan menjadi sorotan media, membuat nama dealer Amarta Sayap Merah Padalarang jatuh di mata masyarakat.

Meski kasus itu kini sedang diproses hukum, masalah yang dialami ternyata tidak berhenti sampai di situ.

Persoalan Ketenagakerjaan Mengemuka

Pada September 2025, muncul laporan baru terkait dugaan pelanggaran hak ketenagakerjaan yang menyeret nama dealer tersebut.

Mantan Kepala Cabang Amarta Padalarang, Rendy Novandy, resmi melaporkan manajemen perusahaan ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung Barat.

Ia bersama tiga mantan rekan kerja menuntut pembayaran gaji pokok, komisi penjualan, hingga biaya operasional yang disebut belum dibayarkan.

Rendy menjabat sejak September 2024 dan memutuskan mundur pada Agustus 2025 setelah sistem kerja dianggap kerap berubah sepihak tanpa kejelasan.

Ia mengungkapkan puncak persoalan terjadi ketika manajemen memberlakukan aturan baru yang menahan gaji divisi non-penjualan jika target cabang tidak tercapai.

Kebijakan itu dinilai diskriminatif karena hanya diterapkan di cabang Padalarang, sementara cabang lain tidak memberlakukan hal serupa.

Baca Juga:  Viking Karawang Persib Fans Club Ingatkan Suporter, Begini Cara Beli Tiket Resmi Secara Kolektif

Padahal, kondisi dealer Padalarang masih berusaha pulih setelah reputasinya jatuh akibat kasus penggelapan dana tahun 2024.

Rendy menegaskan, meski sudah mengundurkan diri secara resmi melalui jalur internal perusahaan, gaji terakhir beserta klaim operasional tetap tidak cair.

Ia menyebut total kerugian yang dialami bersama tim mencapai Rp29,3 juta, mencakup biaya sewa pos pemasaran, promosi, hingga kebutuhan internet.

Komunikasi yang sempat diupayakan berakhir buntu setelah nomor teleponnya diduga diblokir oleh pihak perusahaan.

Masalah semakin pelik karena karyawan juga sering mengalami keterlambatan gaji.

Pada Mei 2025 misalnya, pembayaran gaji baru diterima dua bulan kemudian.

Selain itu, insentif kerja disebut berubah tanpa aturan tertulis dan hanya diumumkan lewat pesan singkat internal.

Tidak berhenti di sana, dugaan pelanggaran kepesertaan BPJS Kesehatan juga ikut menyeruak.

Beberapa karyawan mengaku iuran BPJS dipotong dari gaji, namun status kepesertaan mereka tidak aktif ketika digunakan di rumah sakit.

Ada pula pekerja yang bahkan tidak didaftarkan ke BPJS meski kewajiban itu diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.

Baca Juga:  Berapa Gaji MBG (Makan Bergizi Gratis) Bagian Sopir di Bandung Barat?

Bahkan sejumlah karyawan menerima gaji di bawah standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bandung Barat.

Rendy menegaskan bahwa laporan yang diajukan bukan hanya demi kepentingannya pribadi, melainkan untuk melindungi hak-hak karyawan lainnya.

Ia berharap pemerintah bertindak tegas jika perusahaan terbukti melanggar aturan normatif.

Jika mediasi yang sedang diproses Disnaker gagal, ia menyatakan siap membawa perkara ini ke Pengadilan Hubungan Industrial.***