KoranBandung.co.id – Fenomena medis yang dikenal dengan istilah “terminal lucidity” atau “rally before death” masih menjadi perbincangan hangat dalam dunia kesehatan maupun masyarakat umum.
Dalam bahasa awam, kondisi ini sering disebut sebagai “fase tenang sebelum meninggal”, yakni saat pasien yang sudah lama sakit berat atau tidak sadar mendadak tampak membaik.
Banyak keluarga yang mengalaminya menggambarkan hal ini sebagai keajaiban kecil, meski pada akhirnya sering menjadi pertanda kepergian seseorang.
Fenomena ini telah lama diamati oleh tenaga medis, perawat paliatif, hingga keluarga pasien.
Pasien yang sebelumnya tidak mampu berbicara, makan, atau bahkan merespons lingkungannya, tiba-tiba bisa duduk, tersenyum, hingga bercengkerama dengan orang-orang terdekatnya.
Namun, perubahan kondisi yang terlihat positif tersebut biasanya hanya berlangsung singkat, sebelum akhirnya pasien meninggal dunia dalam waktu dekat.
Dalam dunia medis, istilah resmi yang digunakan adalah terminal lucidity.
Fenomena ini bukanlah tanda kesembuhan, melainkan sebuah fase terakhir sebelum tubuh benar-benar menyerah pada penyakitnya.
Menurut catatan beberapa literatur medis, terminal lucidity dapat muncul pada pasien dengan berbagai kondisi, mulai dari kanker stadium akhir, demensia, hingga penyakit neurologis yang berat.
Kejadian ini sering menimbulkan kebingungan sekaligus harapan pada keluarga.
Di satu sisi, mereka merasa lega melihat orang terkasih seolah mendapatkan kembali kualitas hidupnya.
Namun di sisi lain, perubahan tersebut biasanya hanya bertahan sebentar dan menjadi tanda terakhir sebelum berpulang.
Secara ilmiah, fenomena ini diduga dipicu oleh perubahan kimia dalam tubuh menjelang kematian.
Menjelang akhir hayat, tubuh melepas berbagai zat dan hormon yang dapat memengaruhi kesadaran maupun fungsi saraf secara sementara.
Beberapa ahli juga mengaitkan hal ini dengan peningkatan aktivitas otak di fase terminal, yang kemudian memunculkan respons fisik maupun mental yang terlihat seperti pemulihan.
Meski begitu, penyebab pasti dari terminal lucidity belum sepenuhnya dapat dijelaskan oleh ilmu kedokteran.
Fenomena ini dianggap misterius karena tidak bisa diprediksi kapan akan muncul.
Selain aspek medis, terminal lucidity juga sering dikaitkan dengan makna spiritual.
Banyak keluarga yang percaya bahwa kondisi ini adalah cara seseorang berpamitan, memberikan kesempatan terakhir untuk berinteraksi sebelum benar-benar pergi.
Dalam berbagai budaya, fase ini dipandang sebagai momen penuh makna yang patut dihargai.
Beberapa keluarga bahkan menganggapnya sebagai anugerah, karena bisa mendengar kata-kata terakhir atau melihat senyum terakhir orang yang dicintai.
Di dunia keperawatan, terutama dalam perawatan paliatif atau hospice care, istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini adalah “final rally” atau “last surge of energy”.
Perawat biasanya akan memberi penjelasan kepada keluarga bahwa perubahan mendadak ini bukan tanda kesembuhan, melainkan bagian dari proses alami menjelang kematian.
Bagi tenaga kesehatan, mengenali fenomena ini sangat penting agar bisa memberikan pendampingan yang tepat bagi keluarga pasien.
Persiapan emosional menjadi hal utama, karena euforia melihat pasien “membaik” sering diikuti rasa kehilangan mendalam setelahnya.
Kondisi ini juga menjadi pengingat bahwa kematian merupakan bagian alami dari kehidupan.
Dengan memahami terminal lucidity, masyarakat bisa lebih siap menghadapi kenyataan pahit namun tak terhindarkan ini.***









