KoranBandung.co.id – Bisnis kos-kosan masih menjadi pilihan populer sebagai investasi properti jangka panjang di kota-kota besar.
Lonjakan kebutuhan tempat tinggal sementara dari mahasiswa, pekerja urban, dan pendatang membuat hunian kos tetap diburu.
Namun, di balik peluangnya, ada realitas mahalnya modal dan risiko kekosongan kamar yang harus diperhitungkan secara jujur.
Kini, membangun kos dengan 10 kamar saja bisa menelan dana hingga Rp800 juta, belum termasuk biaya operasional rutin.
Tak sedikit pemilik kos pemula yang terjebak pada asumsi “pasti untung”, tanpa memperhitungkan beban tahunan seperti pajak, biaya servis, dan masa sepi penghuni.
Agar tidak merugi, penting memahami bagaimana sebenarnya performa bisnis kos secara angka di lapangan—bukan hanya berdasarkan perkiraan kasar.
Modal Nyata dan Biaya Rutin yang Sering Diabaikan
Banyak artikel menyebutkan modal Rp300–500 juta cukup untuk 10 kamar kos.
Faktanya, dalam kondisi properti saat ini, membangun atau membeli kos sederhana dengan fasilitas layak membutuhkan setidaknya:
- Rp800 juta untuk 10 kamar
- Rp1,2 miliar untuk 15 kamar
- Rp1,5 miliar untuk 20 kamar
Itu belum termasuk biaya tahunan seperti:
- Perawatan rutin bangunan (cat, AC, ledeng, listrik): Rp1–2 juta/kamar/tahun
- Kebersihan dan keamanan: Rp500 ribu–Rp1 juta per bulan
- Pajak PBB & PPh final: Rp3–5 juta per tahun (tergantung nilai NJOP dan sewa)
- Risiko kamar kosong: bisa mencapai 20–30% dari total kapasitas
*data di atas hanya estimasi saja, bias lebih mahal dan bisa lebih murah.
Simulasi Realistis Keuntungan Bisnis Kos-Kosan
Berikut adalah tabel simulasi penghitungan bersih keuntungan bisnis kos-kosan berdasarkan okupansi rata-rata 80%, bukan penuh 100%.
Jumlah Kamar | Modal Awal | Sewa/Kamar/Bulan | Pendapatan Kotor/Bulan | Biaya Operasional/Bulan | Pendapatan Bersih | Balik Modal |
---|---|---|---|---|---|---|
10 kamar | Rp800 juta | Rp1.200.000 | Rp9.600.000 | Rp2.500.000 | Rp7.100.000 | ±9,3 tahun |
15 kamar | Rp1,2 M | Rp1.500.000 | Rp18.000.000 | Rp3.500.000 | Rp14.500.000 | ±6,9 tahun |
20 kamar | Rp1,5 M | Rp1.800.000 | Rp28.800.000 | Rp5.000.000 | Rp23.800.000 | ±5,2 tahun |
Catatan:
- Pendapatan kotor sudah menyesuaikan asumsi okupansi 80%.
- Biaya operasional meliputi pajak, perawatan, air, listrik, dan pengelolaan.
- Pendapatan bersih adalah hasil kotor dikurangi biaya bulanan.
- Balik modal dihitung secara konservatif, tidak termasuk potensi kenaikan harga sewa tahunan.
- Data di atas hanya estimasi, pasalnya bisa lebih lama lagi tergantung banyak kondisi seperti pengekos yang kabur, dsb.
Apa Saja Tantangan Bisnis Kos yang Tidak Banyak Diketahui?
Meski terlihat pasif, bisnis kos memerlukan manajemen yang disiplin dan kesabaran tinggi.
Berikut sejumlah tantangan yang sering tidak disadari:
- Fluktuasi Musiman
Masa libur panjang atau pandemi dapat membuat okupansi turun drastis. - Penyewa Bermasalah
Terlambat bayar, membawa tamu gelap, atau merusak fasilitas adalah risiko nyata. - Biaya Servis Mendadak
AC rusak, saluran air mampet, hingga atap bocor harus segera ditangani agar reputasi tidak turun. - Pajak dan Legalitas
Kos dengan lebih dari 10 kamar bisa dikenai pajak tambahan seperti Pajak Hotel 10% dari pendapatan, serta wajib izin usaha. - Kompetisi Ketat
Kehadiran kos baru yang lebih modern atau lebih murah bisa menggerus penyewa lama.
Strategi untuk Bertahan dan Tetap Untung
Agar tetap kompetitif dan tidak rugi, berikut strategi yang patut dijalankan:
- Segmentasi pasar jelas: mahasiswa, pekerja kantoran, atau eksklusif perempuan.
- Tingkatkan fasilitas unggulan: Wi-Fi cepat, dapur bersama, area laundry, hingga CCTV dan keamanan.
- Manajemen digital: pakai aplikasi absensi penyewa, tagihan otomatis, dan promosi daring.
- Siapkan dana darurat tahunan: minimal 5–10% dari total pendapatan untuk keperluan perbaikan mendadak.
- Bangun relasi baik dengan penyewa: kos yang nyaman dan komunikatif akan mempertahankan loyalitas.
Masihkah Kos-Kosan Menjanjikan?
Jawabannya: ya, tapi tidak semudah dulu.
Di tengah kenaikan harga properti, biaya servis, dan pajak, bisnis kos tetap menjanjikan bila dijalankan secara profesional.
Dengan asumsi okupansi 80% dan pengelolaan efisien, kos 20 kamar bisa balik modal dalam 5–6 tahun.
Namun, pemilik harus aktif memelihara fasilitas, cermat memilih lokasi, dan sensitif terhadap dinamika pasar.
Kos bukan lagi sekadar “aset tidur”, melainkan unit bisnis properti aktif yang menuntut kepemimpinan, ketelitian, dan adaptasi.***